Lompat ke isi utama

Berita

Satu Tahun Menjelang Pemilu 2024, Siaga Pengawasan Ikhtiar Mewujudkan Kualitas Prosedural Tahapan Pemilu 2024

Rino Sundawa Putra Anggota Bawaslu Kota Tasikmalaya

14 Februari kemarin tepat satu tahun menjelang Pemilu serentak 2024. KPU menyelenggarakan Kirab Pemilu 2024 dan Bawaslu menyelenggarakan Siaga Pengawasan Satu Tahun Menuju Pemilu 2024, kedua kegiatan tersebut adalah simbolisasi yang mengajak seluruh elemen bangsa bersiap menyambut Pemilu sebagai agenda penting yang memastikan demokrasi di Indonesia berjalan dengan baik, ibarat mobil penyelenggara Pemilu sudah masuk dalam gigi tiga, meningkatkan akselerasi karena satu persatu tahapan Pemilu harus dilalui.

Dibulan februari 2023 ini tahapan Pemilu penting yang sedang dilakukan adalah verifikasi faktual kesatu dukungan pencalonan perseorangan DPD dan tahapan pencocokan dan penelitian daftar pemilih yang bersumber dari Data Penduduk Potensial Pemilih  Pemilu (DP4) yang telah disinkronisasi dengan daftar pemilih dalam Pemilu sebelumnya (2019) kemudian dipetakan kedalam basis TPS sehingga tergambar berapa jumlah TPS, khususnya di Kota Tasikmalaya.

Pengawasan dan Kebenaran Prosedural Tahapan

Memang ada yang berpendapat bahwa dalam Pemilu yang terpenting adalah kebenaran subtansial, pendapat ini seolah mengesampingkan aspek prosedural dan hanya berbicara soal kualitas kepemimpinan hasil Pemilu dengan parameter utama keberhasilan pemimpin dari hasil Pemilu dalam mensejahterakan rakyat, meningkatkan perekonomian, pembangunan dan lain-lain. Tidak sedikit yang berpendapat sebaliknya, bahwa kebenaran subtansial hasil Pemilu mustahil akan dicapai bila pada prosesnya mengesampingkan kebenaran prosedural, karena kebenaran subtansial adalah output dari proses yang harus memperhatikan kebenaran prosedural. Sederhananya mustahil berharap pada pemimpin atau wakil rakyat yang lahir dari proses yang mal-administrasi, menerabas prosedur dan mekanisme yang telah diatur. Dalam wacana diskursus kebenaran kedua pendapat ini tidak mengikat pada salah satu pendapat karena kedua pendapat ini adalah narasi dan argumentasi yang saling melengkapi. Terlepas dari kedua pendapat tersebut, faktanya lahir sebuah lembaga penyelenggara Pemilu yang didesain untuk memastikan prosedur, tata cara dan mekasnisme dilakukan. Amanat Undang-Undang ternyata menitikberatkan kebenaran prosedur tahapan Pemilu maka lahirlah Bawaslu.

Kebenaran Prosedural Syarat Dukungan Calon Perseorangan DPD

Sebagaimana disinggung diatas, bahwa tahapan penting di bulan februari ini adalah verifikasi faktual kesatu syarat dukungan calon perseorangan DPD, sederhananya verifikasi faktual ini adalah tahapan pembuktian syarat dukungan calon DPD yang telah dinyatakan lolos verifikasi administrasi. Dalam ketentuan pasal 8 ayat (2) huruf e Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah menyebutkan bahwa Provinsi dengan jumlah penduduk dalam daftar pemilih tetap berjumlah lebih dari 15.000.000 calon DPD harus memiliki dukungan paling sedikit 5000 orang, dan Jawa Barat memiliki jumlah penduduk dalam daftar pemilih tetap lebih dari 15.000.000, artinya calon perseorangan DPD dari Jawa Barat harus memiliki dukungan minimal sebanyak 5000 orang yang harus tersebar minimal di 50 persen wilayah kabupaten/kota dalam satu provinsi.

Di Jawa barat bakal calon anggota DPD yang lolos administrasi sebanyak 59 orang dan dari 59 bakal calon DPD yang memiliki dukungan di Kota Tasikmalaya sebanyak 47 bakal calon, artinya verifikasi faktual untuk memastikan kebenaran dukungan akan dilakukan kepada sampel dari 47 bakal calon DPD yang ada di Kota Tasikmalaya. Verifikasi faktual ini sangat penting karena implikasinya bisa menggugurkan bakal calon untuk menjadi calon DPD yang akan menjadi peserta Pemilu pada 2024 mendatang, atau dalam istilah teknis adalah Tidak Memenuhi Syarat (TMS), misal setelah diverifikasi faktual ternyata banyak sampel yang menyatakan tidak mendukung, atau bahkan ada yang menyatakan KTP nya dicatut untuk dijadikan syarat dukungan DPD, dan orang yang tidak mengakui jumlahnya banyak maka akan mengurangi  target syarat minimal 5000 dukungan atau syarat sebaran dukungan minimal 50 Persen dari jumlah kabupaten/kota dalam satu provinisi.

Nah dititik inilah mengapa kebenaran prosedural menjadi begitu penting, karena akan menentukan siapa yang sah menjadi calon DPD peserta Pemilu 2024 dan siapa yang tidak. Pengawasan terhadap tahapan ini menjadi penting untuk memastikan prosedur, mekanisme dan tata cara pada tahapan verifikasi faktual syarat dukungan calon perseorangan DPD ini dilakukan, karena kalau semua dilakukan pada hakekatnya akan menutup celah kecurangan, manipulasi yang modus operandinya berkolaborasi dengan penyelenggara yang punya akses untuk bisa memberikan status “memenuhi syarat” (MS) atau “tidak memenuhi Syarat” (TMS).

Kedua, tahapan penting Pemilu 2024 di bulan februari adalah sub tahapan pencocokan dan penelitian daftar pemilih yang menjadi bagian dari tahapan penyusunan dan pemutakhiran daftar pemilih Pemilu 2024. Pada kesempatan kegiatan Siaga Satu Pengawasan Menjelang Pemilu 2024 Penjabat Walikota Tasikmalaya punya harapan bahwa tingkat partisipasi pemilih di Kota Tasikmalaya pada Pemilu 2024 nanti harus diangka 90 persen lebih. Memang ini harus digaris bawahi bahwa memang tingkat partisipasi juga menjadi ukuran kualitas demokrasi kita dan menjadi parameter legitimasi keterpilihan pemimpin dan wakil rakyat. Harapan beliau kalau kita urai tentu akan bertumpu pada tahapan penyusunan dan pemutakhiran daftar pemilih, karena bila tahapan ini dilakukan dengan prosedur yang benar, tingkat akurasi yang tinggi tentu akan berbanding lurus dengan harapan pak Penjabat Walikota Tasikmalaya.

Di Kota Tasikmalaya jumlah pemilih sementara dalam daftar pemilih yang sudah dipegang oleh Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) berbasis TPS sebanyak 547.653 dan jumlah TPS sebanyak 1.995. Angka ini akan dinamis karena proses coklit oleh Pantarlih akan memetakan Kembali jumlah pemilih dengan indikator syarat warga negara yang sudah memiliki hak pilih atau tidak lagi memiliki hak pilih, misal kategori data potensial pemilih yang harus menyisir warga Kota Tasikmalaya yang belum berusia 17 tahun tapi sudah menikah, warga negara yang pada saat hari pemilihan tanggal 14 februari 2024 sudah berusia 17 tahun, perubahan status dari TNI-Polri menjadi sipil, dan data pencoretan dari daftar pemilih bila ada warga negara yang berubah status dari sipil menjadi TNI-Polri dan meninggal dunia.

Akurasi dalam proses coklit data pemilih tersebut lagi lagi ditentukan oleh prosedur dan mekanisme yang harus dilakukan oleh Pantarlih, dan hal inilah yang harus diawasi pelaksanaannya. Setidakanya pengawas Pemilu harus memastikan, pertama, coklit dilakukan oleh orang yang memiliki SK. Pantarlih dan tidak boleh didelegasikan tugasnya kepada orang lain (Joki). Kedua, Pantarlih harus mendatangi setiap rumah tidak boleh melakukan coklit hanya dibelakang meja, dan yang paling penting untuk menjamin akurasi juga memastikan hak pilih warga negara terjamin adalah melakukan penelusuran masyarakat yang masuk kategori potensial pemilih seperti yang belum berusia 17 tahun tapi sudah menikah, warga negara yang pada saat hari pemilihan tanggal 14 februari 2024 sudah berusia 17 tahun, perubahan status dari TNI-Polri menjadi sipil.

Sebagai penutup penulis menggaris bawahi bahwa argumentasi dalam tulisan ini bukanlah pengesampingan terhadap kebenaran subtansial, tetapi hanya mengingatkan bahwa kebenaran prosedural juga penting dan tidak boleh dikesampingkan karena dari hal yang bersifat prosedural itulah akan lahir kebenaran subtansial mengingat demokrasi-elektoral kita berbasis regulasi, peraturan perundangan-undangan maka pelanggaran prosedur dan administrasi adalah pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penulis : Rino Sundawa Putra

Tag
Publikasi